JAKARTA, SULSELLIMA.com - Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menemukan bahwa masyarakat semakin takut berbicara soal politik dan penangkapan semena-mena aparat.
Sebelumnya, sejumlah kasus kebebasan berpendapat, terutama di media sosial, 'dibungkam' oleh aktivitas siber ilegal berupa hoaks, cyber bullying, pengungkapan data pribadi atau doxing, hingga kriminalisasi oleh aparat.
"Penilaian tentang adanya ketakutan masyarakat dalam bicara masalah politik, penangkapan dibanding sebelumnya," kata Peneliti dari SMRC Saidiman Ahmad, melalui siaran langsung di Youtube SMRC TV, Selasa (6/4/2021).
Pada segmen pertanyaan 'Masyarakat Takut Penangkapan Semenamena Aparat Hukum?', Saidiman mengungkapkan 26,5 persen mengaku sering takut; 5,4 persen selalu takut; 30,4 persen jarang takut; dan 29,4 persen mengaku tak pernah takut. Sementara, 8,4 persen tak menjawab.
Survei ini juga dilakukan terhadap 1.064 responden dengan wawancara tatap muka yang dilakukan pada 28 Februari-8 Maret 2021 dengan margin of error kurang lebih 3,07 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Dari hasil survei, didapati 32,1 persen masyarakat mengaku sering takut bicara masalah politik; 7,1 persen mengaku selalu takut bicara politik; 33,3 persen menyebut jarang takut; 20,2 persen menyatakan tak pernah takut; dan 7,2 persen tidak menjawab.
Rinciannya, 24 persen selalu/sering takut bicara politik pada April 2004; 25 persen selalu/sering takut pada September 2007; 20 persen selalu/sering takut pada April 2009; 14 persen selalu/sering takut pada Juli 2009.
Trennya kembali naik jadi 22 persen selalu/sering takut bicara politik pada April 2014; 16 persen pada 25 persen selalu/sering takut pada Juli 2014.
Angkanya naik drastis menjadi 43 persen selalu/sering takut bicara politik pada Mei 2019; dan kini 39 persen selalu/sering takut pada Maret 2021.
Secara tren, ketakutan warga terhadap penangkapan semena-mena aparat hukum juga mengalami peningkatan jika dilihat sejak 2009.
Report : Andi Ross
Editor: Redaksi 1