Kebijakan baru tersebut, tertuang dalam peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Aturan itu diteken Menaker Ida Fauziyah pada (2/2/2022) lalu.
Melalui aturan tersebut, dana JHT baru bisa dicairkan ketika peserta BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) memasuki masa pensiun.
Dalam Pasal 2 Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 disebutkan bahwa dana JHT dibayarkan kepada peserta jika mencapai usia pensiun yakni usia 56 tahun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.
Kemudian, pada Pasal 3 dikatakan, "Manfaat JHT bagi peserta yang dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun".
Sementara itu menurut Direktur Eksekutif KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo, polemik aturan JHT itu juga bisa mendongkrak kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Kunto juga mengatakan, Jokowi tentunya akan berkaca pada kejadian tahun 2015 untuk menyikapi polemik. Menurutnya, Jokowi akan diam dan menunggu reaksi publik. Ia akan membiarkan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menjadi sasaran tembak kritik publik.
Jika penolakan semakin meluas dan merembet ke berbagai persoalan, Jokowi akan turun tangan. Dia akan tampil ke publik sebagai pahlawan seperti yang ia lakukan tujuh tahun lalu.
Tujuh tahun lalu tepatnya di tahun 2015. Kala itu, Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri menetapkan JHT baru bisa cair jika peserta telah terdaftar selama 10 tahun. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 46 Tahun 2015 menuai protes keras dari publik. Tak sampai sepekan, Presiden Joko Widodo pun memerintahkan Hanif untuk merevisi aturan tersebut.
"Kalau publik enggak ribut, ya kebijakannya terus. Kalau publik ribut, kritik, Pak Jokowi tampil sebagai hero (pahlawan). Menurut saya, itu salah satu strategi yang luar biasa dari Pak Jokowi," tutur Kunto saat dihubungi wartawan minggu (14/2/2022).
Diakui Kunto, kepuasan publik terhadap Jokowi akan menurun beberapa waktu ke depan. Akan tetapi, ia melihat penurunan hanya akan terjadi di daerah perkotaan. Pasalnya, penolakan kuat berasal dari kelompok pekerja di kawasan kota, terutama Jabodetabek.
"Kalau hitung-hitungan, apakah menurun? Ya, tapi apakah menurunnya signifikan? Belum tentu," kata Kunto.
Sementara, Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai kebijakan baru ini akan berdampak buruk untuk Jokowi. Dia menyebut citra Jokowi sebagai presiden pro rakyat kecil akan luntur.
Ujang mengatakan kebijakan ini justru membuat Jokowi berhadap-hadapan langsung dengan wong cilik. Dia memprediksi tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi akan turun.
"Kepuasan publik terhadap Jokowi akan rendah. Ini imbasnya ke wong cilik, semua kaum pekerja yang wong cilik pasti terdampak, kelas menengah pun terdampak. Slogan pro rakyat kecil tidak sesuai dengan fakta dan kenyataan yang ada di lapangan," kata Ujang saat dihubungi Senin (14/2/2021).
Ujang mengatakan Jokowi kemungkinan tak terlalu mempersoalkan penolakan publik. Selain karena kuat di parlemen, Jokowi dinilai tak punya cara lain menutup krisis anggaran akibat pandemi Covid-19.
"Saya rasa Jokowi belajar ya (dari 2015). Mungkin tadi enggak ada uang, APBN jebol," ujar Ujang. (A Ross Are)