Dengan kekuasaan, pemimpin bisa mendapatkan keuntungan politik, ekonomi dan status sosial. Karena kekuasaan identik dengan perilaku koruptif baik dilembaga formal maupun dalam masyarakat. Dengan logika, sejumlah pemimpin mengejar keuntungan yang melekat pada jabatannya dalam rangka memperkaya diri, keluarga, teman dan rekannya. Inilah yang menjadi dasar lahirnya korupsi institusi.
Pemanfaatan jabatan demi memperoleh keuntungan pribadi sangat biasa dilakukan oleh pimpinan politik maupun pimpinan di perguruan tinggi dalam hal ini rektor, dekan, ketua prodi dan pejabat struktural lainnya.
Pimpinan perguruan tinggi, fakultas hingga jurusan adalah orang yang memiliki kuasa besar terhadap pengadaan barang/jasa hingga penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri. Itulah yang disebut sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Keterlibatan perguruan tinggi dalam membangun perilaku koruptif akhir-akhir menjadi bahan perbincangan diberbagai kalangan. Setidaknya dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan, terdapat beberapa kasus korupsi diberbagai perguruan tinggi. Dalam ulasan Sindo menyebutkan
"Dalam konteks universitas misalnya seringkali muncul keinginan dari para pimpinan agar kampus semakin bergengsi dengan membuat fasilitas-fasilitas mahal. Dihadapan pada anggaran terbatas, keinginan itu akhirnya memicu sekelompok orang menghalalkan segala cara demi mewujudkan itu."
Ambisi dan gengsi agar universitas memiliki fasilitas mewah dan megah, pemimpin mau melakukan tindakan tidak terpuji. Menyogok, menyuap, dan berkolusi demi mendapatkan kucuran dana dalam rangka mewujudkan keinginan dilakukan secara sadar. Setidaknya ada enam cara korupsi di perguruan tinggi
a. Kickback dalam kontrak suplai konstruksi
B. Menahan atau memperlambat persetujuan dan tandatangan yang diperlukan untuk memeras suap (hadiah,jasa,dan pembayaran segera)
C. Mengarahkan agar pembagunan dan pengadaan barang dikerjakan oleh dirinya sendiri,keluarga dan temannya
D. Mengharuskan pembayaran untuk pelayanan-pelayanan yang harusnya diberikan secara gratis
E. Beban biaya yang ilegal
F. Pembelokan pemakaian uang sumbangan masyarakat
Enam modus atau cara korupsi di perguruan tinggi masih bisa ditambahkan, yakni korupsi pengadaan barang dan penerimaan mahasiswa jalur mandiri. Sungguh ironis melihat perguruan tinggi merayakan tindak koruptif yang sangat jauh dari nilai luhur hadirnya perguruan tinggi.
Dengan menyalahgunakan uang rakyat yang tidak lagi berada pada tri dharma perguruan tinggi yang harusnya perguruan tinggi mencetak agent of change dan mengabdi demi kepentingan rakyat justru menjadikan perguruan tinggi sebagai lahan basah bagi suburnya tindak korupsi
Perilaku korupsi juga berpotensi atau bahkan sudah dilakukan oleh Perguruan tinggi berlabel Islam. Dengan melihat berbagai kasus yang hangat diperbincangkan beberapa waktu silam yang mengarah pada indikasi korupsi, mulai dari kasus jual beli jabatan, mangkraknya pembagunan rumah sakit, hingga penyalahgunaan anggaran yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Dengan dalih akademik, perbaikan infrastruktur dan kualitas SDM melegalkan tindak korupsi. Pemungutan biaya akademik secara ilegal, pemangkasan dana lembaga kemahasiswaan hingga berlibur ke luar negeri merupakan suatu cara yang dilakukan oleh pimpinan kampus untuk melanggengkan perilaku korupsi di sebuah perguruan tinggi.
Penulis : Akram, Ketua Komisariat FKIK Hmi Gowa Raya