Berdasarkan data yang mereka miliki, pada tahun 2013, PT PLN (Persero) UIP XIII menjalin perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi tersebut dengan konsorsium PT. Hilmanindo Signintama dan PT. Trika Putri Permai.
Namun, dalam prosesnya, terdapat 14 kali amandemen surat perjanjian yang mengindikasikan bahwa kontraktor tidak dapat menyelesaikan sebagian pekerjaan sesuai batas waktu kontrak.
"Masalah finansial di internal PT. Trika Putri Permai juga menjadi penyebab ketidakoptimalan dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut,"sesuai pernyataan Idam, Ketua KAMI.
Lebih lanjut, terungkap adanya perubahan tata cara pembayaran untuk pengadaan trafo antara PT. CG Power Systems Indonesia dengan PT. Trika Putri Permai.
"Meskipun ada kesepakatan pembayaran langsung kepada vendor trafo, keterlambatan pabrikasi trafo menyebabkan pembiaran dari PT. Trika Putri Permai dalam memenuhi kewajiban kontraknya," sesuai analisis Ketua KAMI.
Berdasarkan kajian dan riset, KAMI menyimpulkan bahwa PT. Trika Putri Permai tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai batas waktu dan keseluruhan pekerjaan sesuai kontrak.
Karena hal ini, KAMI telah mengirim surat somasi dengan ultimatum 3x24 jam dan mengancam unjuk rasa di berbagai instansi terkait jika tidak ada tindak lanjut dari PLN dan lembaga terkait.
Sementara itu, KAMI juga mengkritisi pemadaman listrik di Sulawesi Selatan yang telah menimbulkan ketidakpastian dan kerugian bagi masyarakat.
Mereka menuntut Presiden RI untuk mengevaluasi kinerja PLN terkait hal ini, mengingat dampak negatifnya terhadap aktivitas sehari-hari masyarakat, termasuk keluhan tentang pembayaran tagihan listrik yang tak jelas dan gangguan pada aktivitas rumah tangga.
Ketua KAMI, Idam, menegaskan kegelisahan masyarakat terkait pemadaman listrik ini, menyuarakan protes atas ketidakprofesionalan PLN dalam menangani situasi ini serta menekankan perlunya peninjauan terhadap kinerja mereka oleh pihak berwenang.***