Kondisi tersebut memaksa warga di wilayah kepulauan untuk menukar bahan bakar tersebut dengan hasil tangkapan laut, sebuah langkah yang dianggap tak terelakkan oleh nelayan di daerah itu.
Anggota DPRD Kabupaten Selayar, Arsyil Ihsan, mengungkapkan fenomena tersebut dan menegaskan bahwa masalah distribusi bahan bakar telah berlangsung sejak lama.
"Saya baru saja berkomunikasi dengan warga di Pulau Tarupa, Pulau Rajuni, Pulau Jinato, Pulau Tambuna, dan Pulau Pasitallu. Harga solar di sana bervariasi, mulai dari Rp 11.000 hingga Rp 15.000 per liter," kata Arsyil, mantan wartawan itu, pada Senin (16/9/2024).
Dampak Terhadap Nelayan Kelangkaan solar tak hanya menaikkan harga, tetapi juga mempengaruhi mata pencaharian ribuan nelayan di Kepulauan Selayar. Arsyil menjelaskan bahwa stok solar sering kali habis, menyebabkan nelayan kesulitan melaut.
“Kondisi ini sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa ada solusi konkret. Beban nelayan semakin berat karena ketersediaan solar yang tak pasti,” ujarnya.
Para nelayan, lanjut Arsyil, kerap kali harus menukarkan hasil tangkapan ikan mereka untuk mendapatkan solar yang harganya melambung.
"Bagaimana mungkin nelayan bisa bertahan ketika mereka harus membeli solar mahal, sementara ikan mereka dihargai murah?" tuturnya.
Berdasarkan Penelusuran Penyebab Kelangkaan BBM Jenis solar Arsyil menegaskan bahwa hingga kini belum jelas penyebab di balik mahalnya harga dan kelangkaan solar di kepulauan tersebut. Ia berencana melakukan penelusuran untuk menemukan solusi bagi masalah ini.
"Saya belum tahu pasti penyebabnya, tapi kebanyakan nelayan di sana membeli solar dari Kabupaten Sinjai dan daerah lain. Entah ke mana solar untuk nelayan Selayar sebenarnya pergi?" ungkapnya.
Sampai saat ini, pihak Pertamina belum memberikan tanggapan resmi terkait tingginya harga dan kelangkaan solar di wilayah Kabupaten Selayar.***